"Auzubikalimatillahi tammati min syarri maa kholaq.” Aku memohon
perlindungan dengan kalimat Alloh yang maha sempurna dari keburukan
mahluk ciptaan-Nya.
Corona menjadi momok yang menakutkan di
seantero negri, bahkan belahan dunia, karena virus Covid -19 itu begitu
ganas melangsungkan serangannya.
Para pemimpin negara sekeras kepala batu pun takut dan gemetar melihat gambaran keganasan corona yang mengancam kestabilan sebuah negari bahkan mengancam hilangnya banyak nyawa manusia.
Bagai hantu gentayangan , Corona membuat Roma Italia, sepi dari aktipitas keramaian, Spayol, Iran dan belahan dunia lainnya termasuk negeri kita tercinta. Sosoknya tak terlihat tapi mendengar namanya sajah membuat seluruh manusia gelisah, mengunci setiap pintu yang bisa kemungkinan masuk memangsa diri dan keluarganya.
Oooh sungguh mencekam keadaan ini, belum lagi
di tambah oleh ulah tangan tangan jahil dan propaganda busuk segelintir oktum yang bisa dengan keji mencari keuntungan di atas duka bangsa.
Pasokan kebutuhan mendesak untuk mengatasi bencana tiba tiba menghilang, harga kebutuhan panganpun serasi menaikkan harganya, kegiatan terhenti namun kebutuhan manusia kian tumbuh tinggi, memenuhi pasilitas untuk sembunyi dari rasa takut diri sendiri. Seolah ada yang sengaja ingin menikmati tontonan kebodohan penguasa dan kesengsaraan rakyat jelata.
Duhai Kemanakah harti nurani, punggawa tinggi yang sibuk menari di atas kursi empuk sambil menikmati film kehidupan negeri. Nyawa seolah tak berharga, skor angka indeks ekonomi tinggi, lebih menarik hati dari pada harus menafkahi rakyat sendiri. Sementara anjing peliharaan mereka saling gonggong, menyalak lawan politik mencari simpati di tengah tragedi.
Ditengah duka nestapa ini Alloh masih menghadirkan sosok seribu satu hati yang suci, masih peduli terhadap derita ibu pertiwi yang menagis setiap hari, hingga air matanya mulai kering kembali. Merekalah para pejuang di garda terdepan para Dokter, para perawat, para Relawan, para Donatur yang baik hati, tak peduli pada duka diri membela jiwa anak negeri agar dapat tersenyum kembali. Merekalah jiwa-jiwa abadi yang tak pamrih. berkorban harta raga bahkan jiwa, harusnya para pemegang kekuasaan malu dimana mereka saat dibutuhkan, atau pura pura tak mendengar , setelah merasa terancam barulah panic dan mulai cuci tangan pada keadaan, enyahlah kalian.
Ini memang bencana tak satupun manusia menginginkannya , tapi kita adalah bangsa yang bernegara, maka harus ada yang bertanggung jawab atas kesejahtraan rakyatnya. Pesawat bisa di beli, jalan raya di hias , M ARTI, jalan tol cipali, ketika rakyat minta dibekali, kemana larinya penghasilan negri ini, haruskan anak ayam mati di dalam lumbung padi. Berhentilah hanya memikirkan diri sendiri.
Inilah penomena yang terjadi sekarang dan kita yang masih berakal waras, berusahalah minimal menjaga keluarga dan diri, hindari diri dari wabah menggila ini, hidup lah dengan cara yang sehat alami dan islami, berusahalah menjaga imunitas atau kekebalan diri. Indonesia kaya akan ploura dari rempah, jahe, kunyit, sirih, daun papaya, dan lain sebagainya Ambil saja semua yang bisa mengobati diri. Hati hati dan membatasi diri dari banyak berinteraksi, dengan tetap mengedepankan etika dan kebutuhan utama.
Kehidupan ini memang tak terlepas dari kodo an qodar Ilahi tapi Allohpun memerintahkan kita merubah dengan tangan sendiri, “ Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum, hingga mereka merubah dengan dirinya sendiri.”
Doa bisa menjadi tameng bagi negri, karena senjata orang beriman adalah doa yang terpatri tulus dari dalam hati, senantiasa berzikir, “karena hanya dengan mengingat –Alloh maka hati menjadi tenang”.
Usaha dan do’a semoga menjadi solusi. Jangan panic, jangan sok sakti, jangan juga jadi penghasud, picik dan dengki, saat ini yang di butuhkan kita adalah saling bahu membahu, membenahi diri dan negri, cobalah untuk mengerti, corona tidak pergi dengan caci maki.
Ridholah terhadap taqdir Ilahi, bahwa negeri selalu mendapat cobaan dan musibah yang silih berganti, jangan membenci keadaan ini, saatnya kita intropeksi diri, sudahkah kita menjalani tugas, amanah pertiwi, menjaga asset negri dengan hati nurani, menjalani tugas mengabdi dengan menedepankan budi pekerti dan mengutamakan kebenaran di atas ambisi pribadi.
“ Sesungguhnya besar pahala itu seiring dengan besarnya ujian, sungguh jika Alloh mencintai suatu kaum, Dia-Alloh menguji mereka. Siapa saja yang ridho maka untuk dia keridhoan itu dan siapa sajah yang benci maka untuknya kebencian itu. ( HR. Tirmizi, Ibnu majah dan Al Baihaqi).
“Dan sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.” ( QS, Al Insiroh : 5)
#Komunitasaktipmenulis
#Menulisuntukperadaban
Day_07
Para pemimpin negara sekeras kepala batu pun takut dan gemetar melihat gambaran keganasan corona yang mengancam kestabilan sebuah negari bahkan mengancam hilangnya banyak nyawa manusia.
Bagai hantu gentayangan , Corona membuat Roma Italia, sepi dari aktipitas keramaian, Spayol, Iran dan belahan dunia lainnya termasuk negeri kita tercinta. Sosoknya tak terlihat tapi mendengar namanya sajah membuat seluruh manusia gelisah, mengunci setiap pintu yang bisa kemungkinan masuk memangsa diri dan keluarganya.
Oooh sungguh mencekam keadaan ini, belum lagi
di tambah oleh ulah tangan tangan jahil dan propaganda busuk segelintir oktum yang bisa dengan keji mencari keuntungan di atas duka bangsa.
Pasokan kebutuhan mendesak untuk mengatasi bencana tiba tiba menghilang, harga kebutuhan panganpun serasi menaikkan harganya, kegiatan terhenti namun kebutuhan manusia kian tumbuh tinggi, memenuhi pasilitas untuk sembunyi dari rasa takut diri sendiri. Seolah ada yang sengaja ingin menikmati tontonan kebodohan penguasa dan kesengsaraan rakyat jelata.
Duhai Kemanakah harti nurani, punggawa tinggi yang sibuk menari di atas kursi empuk sambil menikmati film kehidupan negeri. Nyawa seolah tak berharga, skor angka indeks ekonomi tinggi, lebih menarik hati dari pada harus menafkahi rakyat sendiri. Sementara anjing peliharaan mereka saling gonggong, menyalak lawan politik mencari simpati di tengah tragedi.
Ditengah duka nestapa ini Alloh masih menghadirkan sosok seribu satu hati yang suci, masih peduli terhadap derita ibu pertiwi yang menagis setiap hari, hingga air matanya mulai kering kembali. Merekalah para pejuang di garda terdepan para Dokter, para perawat, para Relawan, para Donatur yang baik hati, tak peduli pada duka diri membela jiwa anak negeri agar dapat tersenyum kembali. Merekalah jiwa-jiwa abadi yang tak pamrih. berkorban harta raga bahkan jiwa, harusnya para pemegang kekuasaan malu dimana mereka saat dibutuhkan, atau pura pura tak mendengar , setelah merasa terancam barulah panic dan mulai cuci tangan pada keadaan, enyahlah kalian.
Ini memang bencana tak satupun manusia menginginkannya , tapi kita adalah bangsa yang bernegara, maka harus ada yang bertanggung jawab atas kesejahtraan rakyatnya. Pesawat bisa di beli, jalan raya di hias , M ARTI, jalan tol cipali, ketika rakyat minta dibekali, kemana larinya penghasilan negri ini, haruskan anak ayam mati di dalam lumbung padi. Berhentilah hanya memikirkan diri sendiri.
Inilah penomena yang terjadi sekarang dan kita yang masih berakal waras, berusahalah minimal menjaga keluarga dan diri, hindari diri dari wabah menggila ini, hidup lah dengan cara yang sehat alami dan islami, berusahalah menjaga imunitas atau kekebalan diri. Indonesia kaya akan ploura dari rempah, jahe, kunyit, sirih, daun papaya, dan lain sebagainya Ambil saja semua yang bisa mengobati diri. Hati hati dan membatasi diri dari banyak berinteraksi, dengan tetap mengedepankan etika dan kebutuhan utama.
Kehidupan ini memang tak terlepas dari kodo an qodar Ilahi tapi Allohpun memerintahkan kita merubah dengan tangan sendiri, “ Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum, hingga mereka merubah dengan dirinya sendiri.”
Doa bisa menjadi tameng bagi negri, karena senjata orang beriman adalah doa yang terpatri tulus dari dalam hati, senantiasa berzikir, “karena hanya dengan mengingat –Alloh maka hati menjadi tenang”.
Usaha dan do’a semoga menjadi solusi. Jangan panic, jangan sok sakti, jangan juga jadi penghasud, picik dan dengki, saat ini yang di butuhkan kita adalah saling bahu membahu, membenahi diri dan negri, cobalah untuk mengerti, corona tidak pergi dengan caci maki.
Ridholah terhadap taqdir Ilahi, bahwa negeri selalu mendapat cobaan dan musibah yang silih berganti, jangan membenci keadaan ini, saatnya kita intropeksi diri, sudahkah kita menjalani tugas, amanah pertiwi, menjaga asset negri dengan hati nurani, menjalani tugas mengabdi dengan menedepankan budi pekerti dan mengutamakan kebenaran di atas ambisi pribadi.
“ Sesungguhnya besar pahala itu seiring dengan besarnya ujian, sungguh jika Alloh mencintai suatu kaum, Dia-Alloh menguji mereka. Siapa saja yang ridho maka untuk dia keridhoan itu dan siapa sajah yang benci maka untuknya kebencian itu. ( HR. Tirmizi, Ibnu majah dan Al Baihaqi).
“Dan sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.” ( QS, Al Insiroh : 5)
#Komunitasaktipmenulis
#Menulisuntukperadaban
Day_07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk comenrnya dan jangan lupa untuk singgah kembali diblog saya, love you : )